Jumat, 03 April 2015

hikayat cinta

Hikayat
 cinta 



Mungkin hanya tuhan yang tau, perasaan ku saat ini. Kau tak akan percaya, hanya kau seorang. Memang waktu itu sempat ku menolak mu namun kau masih menemaniku menjadi motivasi hari-hari ku. Itu membuatku luluh.
Hari itu ku ceritakan perasaan ku pada Aisyah sahabat baik ku. “mungkin Ariz, yang terbaik. Dia telah membuat perubahan dalam diriku.” Curhat ku pada aisyah. Aisyah adalah perempuan yang baik, ia berhijab dan juga pintar, banyak orang terkesan padanya.
Hari-hari masih berlalu seperti biasa, malam itu ku lihat bintang ke langit luas, sambil ku sesap coklat hangat di genggaman ku. Ku mengingat kembali Ariz, ku membayangkan Ariz sekarang sedang apa, mungkinkah ia juga melihat bintang yang sama.
Handphone-ku berdering. Itu dari Aisyah “halo…” buka ku. “assalamualaikum, devny.” Kata aisyah. “waalaikumsalam, ia kenapa?” tanyaku pada aisyah. “oh, tidak, tidak apa-apa. Aku hanya ingin bertanya kamu udah selesai dengan buku catatan yang kamu pinjam, soalnya…… ah, tidak, kalau sudah selesai tolong bawa besok yah. Bye. assalamualaikum”. Tutur aisyah sedikit canggung. “ia waalaikum salam” jawab ku segera.
Setelah itu ku segeraka menghabiskan coklat hangat ku dan kemudian menutup jendela. “Besok adalah hari yang baru”. Keesokan harinya setelah sampai di sekolah aku bertemu dengan Aisyah. Ku segerakan mengambil bukunya di ransel ku.
Pada jam istirahat ku lihat Aisyah dan Ariz sedang bercakap-cakap. Rizal mengagetkan ku “hei, nggak usah heran. Ariz itu emang berniat mendekati Aisyah, dia yang bilang padaku. ku rasa Aisyah pun tau.” Devny berlalu meninggalkan Rizal. Sejak saat itu Ariz semakin dekat dengan Aisyah, Devny belajar melupakan Ariz. Bahkan sampai sekarang walaupun mereka tak pacaran namun mereka begitu dekat Aisyah dan Ariz tak dekat lagi dengan Devny, devny sudah tak ada di antara mereka. “ mungkin keajaiban cinta hanya untuk orang-orang seperti Aisyah, hikayat cinta hanya untuk mereka. Mungkin Ariz memang tak pernah untuk ku”.

DEVI <f

"50.000"

" 50.000 "
Setelah melalui berbagai kisah di Malaysia, ku akan segera pulang ke kampong halaman ku. Namun pulang pun tak segampang bayangan di fikiran ku. Di perjalan aku selalu berhati-hati atas kehadiran polisi karna maklum aku sebagai orang pelarian yang tak punya ktp, maupun passport. Setelah berhasil melewati kekhawatiran ku atas polisi, sekarang susah pun kembali menyusahkan ku saat ada preman-reman yang mengepung ku, memegangi kedua tangan ku, dan juga kaki ku, mereka meminta uang padaku, namun Nampaknya preman-preman berkulit hitam ini masih punya rasa perikemanusiaan, mereka melepaskan ku ketika kuceritakan kisah ku. Telah banyak uang yang ku keluarkan untuk biaya aku pulang ke kampong halaman. Setelah sampai di pelabuhan, entah pelabuhan apa namanya, aku pun lupa, atau mungkin aku tak tau. “karaeng ini dari mana?” suaranya mengagetkan ku. “saya dari bantaeng,pak.”. “nama kareng siapa?”. “nuddin”. “kenapa karaeng, berada di sini?”. “sebenarnya saya datang kesini untuk melihat pekerjaan di sini, tapi… orang-orang tadi menghadang saya,pak. Mereka mengira saya punya uang, namun padahal saya tak memiliki uang pak.”. sai’ di dekat ku ini hanya melihat kebohongan ku berlanjut. Sai’ menemaniku pulang ke kampong halaman. Tapi ku kira ian akan melarang, eh ternyata dia juga ikut-ikutan. “sebenarnya, kami ini ingin mengantar orang untuk bekerja”. “ooo… begitu,”. Orang ini langsung berubah sangat ramah, nampaknya orang ini membutuhkan pekerja untuknya, entah untuk apa. Malam itu kami tidur di hotel, sesampanya di hotel ku lihat kasur empuk itu ku langsung melompat, hingga badan ku memantul di atas ranjang itu. Sai’ mengingatkan ku atas tingkah ku ini, karna di ruangan itu banyak sisi tv. Setelah dua hari, aku pu melanjutka keinginan awal ku, yaitu pulang ke kampong halaman. Aku pulang begitu lancer dengan bantuan orang itu.
Setelah sampai di makasssar aku kebingungan mencari jalan pulang, sudah lama. Aku tak tau jalan pulang. Ku melihat becak aku dan sai’ naik kebecak itu, setelah ku sampai tempat yang ku tuju, aku berdebat dengan tukang becak dia menyuruh ku untuk membayar 150.000. aku yah tidak terima, karna ongkosnya menurut ku tidak masuk akal. Tukang becak itu menmanggil kawan-kawannya dan mengepung ku. Akhirnya kami sepakat untuk membayar 50.000. setelah itu ku melanjutkan perjalanan ku, ku bertemu dengan seorang polisi, polisi ini menanyai ku. Aku kembali berbohong, aku mengatakan bahwa aku baru kembali dari Malaysia setelah berpuluh-puluh tahun dan harus pulang dengan segera karna ada urusan penting, jadi aku tak memiliki ktp atau tanda identitas apapun. Polisi baik hati itu membantuku, ia memberhentikan dan menyuruh mobil itu agar mengantarkan ku ke terminal, aku sebenarnya merasa bersalah tapi itu harus ku lakukan karna jika tidak, entah apa yang akan terjadi.  Aku akan sampai ke rumah, sayangnya yang memalukan aku hanya membawa uang 50.000, tapi aku juga merasa bahaagia karna sepulangku putri sulung ku juga sudah pandai berjalan.



selimut tuhan

Selimut tuhan

Ø Cita-cita
6 bulan setelah kelahiran putri sulung ku Devi. Ku memutuskan untuk mencari nafkah di negri  orang,Malaysia. Kepergian ku disana mengikuti saudara istri ku yang katanya masyur berlimang harta. Saat itu ku bercita-cita membelikan istri ku sebuah kalung. Dengan niat itu ku berangkat ke Malaysia tanpa modal apapun. Ku beranikan diri untuk keluargaku. Demi anak ku. Sesampaiku disana ku mulai bekerja awalnya dua hari,dua malam tak setetes tak sesuap nasi pun yang mengatasi dahaga dan lapar ku, padahal sehari sampai dua kali baju yang kupakai ini ku peras menghapus keringat yang menemani setiap harinya.
Ø Buaya sungai dan keisengan kami
Berbulan-bulan ku disana bersama kawan-kawan seperjuangan ku. Juppi,pudding,rammang, dan durus. Merekalah teman-teman seperjuangan ku. Melupakan derita sejnak, suatu hari salah satu teman ku iseng-iseng membuang kotorannya pada sungai dekat tempat tinggal kami padahal kami tau di sungai itu terdapat buaya,tak ada penduduk yang berani mengotori sungai itu,bahkan mencuci piring pun tak ada yang pernah. ketika ia membuang kotoran, kami hanya melihat buaya sungai itu marah karna ulah dari teman kami itu.
Hari itu kami iseng kembali, aku dan teman-teman ku melihat monyet di tengah sungai, kami semua masuk kesungai dan melempari monyet itu dengan batu. Sungguh lucu. Tapi sepulang kami,menuju tepi sungai, teman kami yang paling belakang,durus, tenggelam. Kami hanya mampu melihat karna tak bisa dan takut untuk kembali kesungai itu. “mak!!!,,, allea(ibu!!!,,, ambill/tolong aku)” teriak durus berulag-ulang kali. Hingga ia tak Nampak lagi di permukaan. Durus tenggelam. Beberapa lama kemudian durus kembali kepermukaan nempaknya ia berdiri diatas tubuh buaya, karna durus tak bisa berenang lagi, kami melemparkan ban padanya kemudian menariknya kepermukaan. 2 minggu durus sakit sejak kejadian itu.
Ø  Butuh perjuangan
Berbulan-bulan kami tidak di gaji oleh suami dari ipar ku. Malam itu semua kawan-kawan ku memutuskan untuk melarikan diri, tapi aku tetap di tempat itu untuk menunggu keluarga menjemputku. Kawan-kawan ku pun pergi kami berpisah begitu haru, tak sanggup rasanya untuk berpisah. Namun, kami harus melanjutkan hidup. Semakin lama mereka tak terlihat dari pandangan lagi. Ku melihat rumah yang kami tinggali, aku naik kerumah dan menyalakan lampu melihat skali lagi keadaan rumah itu, tergambar seribu duka dan secerca suka yang kami lewati. Setelah itu aku memutuskan untuk berjalan melewati hutan malam itu, kebetulan beberapa kilometer dari tempat tinggal ku ada sebuah rumah yang penghuninya orang timur, aku pun naik kerumah itu dan menunggu keluargaku di rumah itu, rumah itu sangat bau, seperti bau bangkai betapa tidak orang ini sudah terbiasa memakan ular jika tak adaa makanan lagi.
Aku terus menunggu keluargaku di sini sambil berbincang sedikit dengan orang timur berkulit hitam ini. Selang beberapa jam keluargaku datang dan membawaku pergi, matahari sudah terbit, sai’ keluargaku ini kemudian mengarahka ku untuk menunggunya di pohon di ujung pandangan kami. Aku pun mengikuti perintahnya, aku berjalan menyusuri semak, hingga sampai kepohon itu. Sesampainya di pohon itu aku beradar dan melepas penat, haus dan lapar itu yang ku rasakan, di dekat pohon itu ada aliran air kecil dan sangat keruh. Aku berbaring dan meminum air itu. “ya allah.. semoga aku bisa hidup”. Sai’ pun datang membawa dua bungkus nasi dan sebotol air minum, ia brjalan dengan parang yang terikat di pinggangnya. Kami melepas lapar dan dahaga. Setelah itu kami melanjutkan perjalan.
Ø Malaikat turun dari langit,
 ketika ada orang sudi menolong kami. Ku sangka itu adalah malaikat. Setelah beberapa kali kami mencoba menghentikan 3 mobil pengangkut  kelpa sawit, namun hanya mobil ini yang mau berhenti. Ternyata pengemudi ini berasal dari kampong halaman yang sama. Orang itu membantu dengan ikhlas dan tulus, sai’ meraba kantong celananya dengan alasan mau memberikan tanda terimah kasih, namun orang itu langsung menolak. “seandainya ada uang ku saya yang bantu ki,,,”. Begitu leganya perasaan ku, karna memang sebenarnya sai’ ini tak memiliki uang, apalagi dengan ku.
Setelah sampai di tempat sai’ aku pun mulai bekerja, berhari-hari, berbuln-bulan aku pun memiliki uang dari hasil usaha ku, berbeda dengan ipar ku yang tak pernah membayar ku atas kerja kerasku. Saat itu ku telah memegangi uang di tangan ku senilai 300 ringgi, yang ku pikirkan di kepalaku hanya pulang dan ulang, aku ingat saat sebelum ini sai’ tak mengisinkan ku untuk bermalas-malasan karna jika aku bermalas-malasan aku tak akan pulang, begitu katanya.

Setelah ongkos pulang ku cukup aku kembali ke Indonesia di kampong halaman ku, bantaeng, Sulawesi selatan. Walau keluarga ku menangisi kepergian ku.

"tryst"

"Tryst"


Cuacanya begitu dingin, angin berhembus damai. Hujan kali ini rasanya berbeda. Ku belai merrie kucing kesayangan ku. “hey!!” tepukan di pundak itu membuat ku terkejut. “widi, kamu apa-apaan sih, ngagetin ajah. Oya ice cream pesanan aku mana?”. Tanya ku berbisik. “nih, rasa vanilla buat kamu” serah widi.”kok vanilla..”. “karna yang coklat buat aku.” Jawab widi ringkas.
“hahh,,rindy,widi… ketahuan yah kalian.” Suara papa mengagetkan ku. “eh papa,sekali-kali nggak apa-apa kan.” Jawab ku. “om, pengen ice cream om?” tawar widi. “boleh,, boleh,,” jawab papa ku. Widi coba mencari ice creamnya. “ yah,, maaf om, ice cremnya udah abis.”. “ah, kamu ini nawarin tapi nggak ada”. Widi Cuma cengengesan. “oya kalian lanjutin ngobrol yah, om mau masuk dulu.” Pinta papa ku.
“oya rin, besok aku mau ke Austria. Papa ku ada bisnis di sana.”.  aku kaget.“apa, kamu kok gitu, kalau kamu pergi aku sama siapa wi’, di sma aku bakalan gangguin siapa?”. Ucapku sedih. “ maaf rin,aku harus pergi. Oya kita akan bertemu lagi jika kamu ke Austria rin, kamu bisa dapat beasiswa untuk kesana.” Kata widi enteng. “gimana caranya, dari peringkat 31 bisa dapat besiswa?”. “kamu pasti bisa rindy, itu jika kamu mau, kita akan bertemu di danau yang membelah kota wina yaitu danau denube. Kamu pegang ini yah. Ini kenang –keangan dari ku.”. widi memberiku snowball.
Sejak kepergian widi, rindy selalu mengingat widi. Ia terus berusaha menjadi yang terbaik. Nyatalah ia mendapat beasiswa, dan ia mengejar cita-citanya bertemu widi.
Seminggu kemudian…

“hari ini ku kan bertemu widi,,,”. Di sana ada sesosok lelaki memakai kacamata. Rindy mengenalnya itu widi. “rindy,,, kamu datang” widi tersenyum bahagia. Mereka pun saling melepas rindu. Mereka pun berbincang-bincang. Mereka membahas kehidupan kedepan. Mereka fall in love dan berencana membangun rumah kaca di dekat danau ini dengan bermacam-macam bunga indah di dalamnya. Mereka pun berlalu dan widi mengajak rindy berkeliling mengelilingi kota Austria.